
NgawiNews.com – Ngawi – Komitmen Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ngawi dalam menumbuhkan literasi berbasis budaya lokal kembali diwujudkan melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Berbasis Konten Budaya Lokal. Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu, 26 Juni 2025, di Gedung Kesenian Ngawi.
Bimtek diikuti oleh pelajar SMA dan mahasiswa dari berbagai universitas di Ngawi, dengan materi mencakup teknik menulis kreatif, eksplorasi cerita rakyat, riset sejarah lokal, hingga praktik menyusun artikel budaya.
Kegiatan ini merupakan fase ketiga (final) dari rangkaian program Literasi Berbasis Kearifan Lokal yang diselenggarakan sepanjang tahun oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ngawi. Program ini dimulai sejak bulan Mei 2025 dan dilaksanakan dalam tiga tahap, dengan puncaknya pada tanggal 26 Juni 2025 bertempat di Gedung Kesenian Pemerintah Ngawi.
Kepala Bidang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ngawi, Suyatno, M.M., menekankan pentingnya penguatan literasi yang berpijak pada akar budaya daerah agar generasi muda tidak hanya cakap menulis, tetapi juga memahami jati diri lokalnya.

“Program ini telah kami mulai dari lomba bertutur, pembuatan video konten literasi, lokakarya, hingga bimtek ini. Harapannya, akan tumbuh penulis-penulis muda yang mampu menarasikan kekayaan budaya lokal secara relevan dan menarik”, pungkasnya.
Antusiasme peserta terlihat dari diskusi aktif hingga karya yang menggambarkan kecintaan terhadap kearifan lokal. Kegiatan ini diharapkan menjadi awal tumbuhnya generasi penulis yang tak hanya produktif, tetapi juga ikut melestarikan identitas budaya.
Salah satu narasumber, Dr. Tjahyono Widianto selaku Dewan Kesenian Ngawi, menyoroti pentingnya menulis sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya instan dan cepat saji.

“Menulis adalah proses berpikir, merefleksi, dan membangun makna. Di tengah budaya serba cepat, menulis menjadi ruang untuk memperlambat, memahami, dan memberi makna pada pengalaman dan budaya kita sendiri”, ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa literasi adalah fondasi peradaban dan tidak boleh digantikan oleh teknologi semata.
“Mereka boleh jadi apa saja — dokter, insinyur, politikus — tapi jadilah juga penulis. Karena peradaban saat ini ditentukan oleh kekuatan literasi,”, ujar Dr. Tjahyono Widianto.
Dosen IAI Ngawi sekaligus peneliti budaya dsn juga penulis, Hanifah Hikmawati, M.Sos., mengingatkan bahwa teknologi seperti AI hanya alat bantu, bukan pengganti manusia.

“AI bisa menjadi asisten, bukan pengganti. Karena emosi dan kepekaan budaya hanya dimiliki manusia”, tambahnya.
Sementara itu, Riana Fatonatul Faidah, M.Pd, Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Ngawi, mendampingi peserta dalam praktik riset lapangan dan menekankan pentingnya keakuratan dalam penulisan nonfiksi.

“Tantangan utama menulis nonfiksi adalah validitas data. Kami ajarkan mereka wawancara, riset, dan penggunaan referensi otentik,” ujarnya.
Kegiatan ditutup dengan presentasi karya peserta, menampilkan cerita rakyat, ritual adat, hingga tokoh inspiratif dari Ngawi. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan berharap kegiatan ini menjadi pondasi bagi ekosistem literasi lokal yang kritis, adaptif, dan berkelanjutan.
Pewarta : Har
Editor : Yop